Ticker

6/recent/ticker-posts

Bupati Yang Perhatian Pada Petani

Oleh Drs. Koksen Sinaga, MM

Simalungun-Salah satu dari tiga sektor andalan di Kabupaten Simalungun adalah pertanian. Dua sektor lainnya adalah perkebunan dan pariwisata. Daerah yang dianugrahi tanah subur yang juga sektor andalan seyogianya harus terus dikembangkan.

Bupati tak boleh berfikir biasa-biasa saja (as usual) untuk memikirkan bidang pertanian. Harus senantiasa berfikir cerdas. Semangat petani akan semakin bergelora jika pemerintah memberi perhatian yang lebih pada mereka.

Janganlah saat petani panen, pejabat datang, photo-photo dan pejabatnya masuk berita di media massa. Petaninya hanya disuruh sekedar baca berita atas hasil kebun sendiri. Ibarat pepatah "sapi punya susu, keling punya nama".

Agak keliru jika pemerintah daerah tidak serius membantu para petani untuk mengupayakan hasil yang lebih baik. Kita tahu bahwa akhir dari semua perjuangan presiden/ gubernur/ walikota maupun bupati adalah bekerja keras mensejahterakan rakyatnya.

Melalui program intensifikasi, budidaya harus terus dikembangkan sejak pengadaan bibit unggul, pemupukan, penyemprotan hama dll. Tegasnya "on farm" harus benar-benar jadi perhatian.

Enablers atau pemampunya harus tersedia dengan cukup. Pupuk dan insektisida tersedia manakala petani membutuhkan.

Karena lahannya subur dan luas, para petani harus terus didorong untuk memperluas lahan baru(ekstensifikasi) dalam rangka peningkatan hasil (output). Di sinilah salah satu peran serta pemerintah untuk membantu membuka lahan. 

Harap diketahui, tak banyak petani punya tabungan untuk rencana pengembangan lahan. Sekedar terpenuhi biaya hidup, tersedia uang untuk biaya menyekolahkan anak dan biaya sosial sudah disyukuri petani.

Kita mengharap secara keekonomian, petani harus meningkat derajatnya. Jika ini terwujud, sekaligus juga berdampak positif bagi penghasilan daerah Kab. Simalungun. Satu hal yang sering dikeluhkan para petani adalah nilai konversi hasil taninya selalu rendah. 

Contoh, saat petani panen, cabai atau tomat panen raya, harga rendah. Sebaliknya saat petani sedang proses budidaya atau on farm, harga tomat atau cabai relatif tinggi. Dalam konteks ini, petani selalu di posisi marginal.

Bisakah pemerintah buat jaminan, bahwa saat panen satu produk, contoh tomat, saat sedang tanam, beri garansi ke petani harga kelak minimal Rp. 15.000.? Seandainya saat panen harga di pasar lebih Rp. 15.000,-- petani bisa menjual sendiri, sedang jika harga di pasar di bawahnya misalnya Rp. 13.000,-- maka pemerintah yang beli. 

Dengan cara ini petani akan bersemangat untuk menanam tomat karena mereka merasa terlindungi dan dari awal mereka telah bisa berhitung berapa margin atau keuntungan yang diperoleh saat panen tiba.

Pengaturan jenis tanaman juga perlu dilalukan tiap desa. Jangan saat harga cabai bagus, semua penduduk tanam cabai. Akhirnya saat panen harga turun karena sisi supply meningkat sedang demand tetap, harga pasti akan turun. Itulah yang terjadi selama ini.

Mengharap pasangan RHS-ZW memberi perhatian terhadap petani karena suara mereka juga perlu didengar dan diresapi. Jangan hanya toke cabai yang makin kaya sedang petani cabai terus berjuang untuk sekedar memenuhi hidup keluarga.

Petani gagal bukan disebabkan oleh hama, tetapi oleh tata niaga yang tidak adil. Maka berilah perhatian yang lebih atas karya mulia mereka. Semoga!.***

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar