Oleh: Birgaldo Sinaga
Simalungun-Hope. Harapan. Kata ini sering kita dengar. Juga sering terlontar dari mulut kita. Mungkin kita sedang berharap. Misalnya kita sedang berharap anak kita lulus SBMPTN. Atau kita sedang berharap masa panen yang menggembirakan.
Kita pernah merasa kehilangan harapan. Kita mungkin pernah dalam keadaan terpuruk karena kalah dalam berbisnis. Atau juga gagal dalam mencari kerja. Kita terjatuh. Tak berdaya. Lunglai.
Dalam kondisi terpuruk jatuh, seorang pemenang akan menguatkan asanya. Menguatkan harapannya. Ia akan terus menggenggam harapan baru. Berikhtiar bahwa hari esok masih penuh harapan.
Soal harapan, saya suka dengan kisah perjuangan Radiapoh Hasiholan Sinaga. Kisah hidupnya menginspirasi saya. Kisah perjuangan seorang anak remaja baru tamat sekolah menengah merantau sendirian ke negeri seberang.
Radiapoh pergi merantau ke provinsi lain. Demi mengejar mimpi. Mimpi yang sebenarnya tidak muluk2. Bagaimana bisa mendapat pekerjaan. Agar bisa membantu keluarganya. Sebuah mimpi yang sederhana. Ini juga mimpi semua orang yang baru tamat sekolah. Seperti mimpi saya juga dulu.
Mimpi RHS itu pernah ambyar. Di perantauan Provinsi Riau, RHS menggigil kedinginan. Ia kena malaria tropika. Ia demam tinggi. Sanak saudara di rantau tidak ada. Ia dipulangkan kembali ke kampung halamannya Tiga Runggu. Untuk dirawat karena dianggap nyawanya sudah di ujung maut.
Nasib baik masih berpihak padanya. Ia selamat dari maut. Ia masih diberi kesempatan kedua untuk hidup. Agar bisa mengejar mimpinya kembali.
"Aku harus bangkit. Aku harus menang. Aku pasti bisa. Aku yakin Tuhan menolongku. Masih ada harapan. Harapan baru", bisik RHS dalam hatinya usai sembuh dari malaria.
Menjaga harapan. Menjaga mimpi. Menjaga gagasan. Menjaga arah hidup. Itulah titik baru RHS melangkah. Ia terus menerus memupuk semua harapan itu dengan kerja keras. Kerja keras dan terus belajar.
"Untunglah dia tidak kuliah. Kalau kuliah mungkin tidak seperti sekarang ini hidupnya", ujar Jan Winner Purba sedikit bercanda.
Saya bertemu dengan Jan Winner alumni SMP Tiga Runggu ini sehari menjelang hari kemerdekaandi bilangan Cawang, Jakarta.
Jan Winner satu sekolah SMP dengan RHS. Kami ngobrol sambil makan siang dengan para pemuda dan mahasiswa Simalungun di Jakarta.
Ada Rio Agustin, mantan ketua Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) Jabodetabek 2014-2017. Ada Roiko Purba, Ketua Himapsi Jabodetabek sekarang. Juga tokoh pemuda Simalungun Roy Naldi Saragih dan Peter Haloho.
"RHS sejak kecil memang pekerja keras. Baik orangnya. Bapaknya tadinya supir traktor di kampung. Lalu membuka tempel ban", ungkap Jan Winner sambil menyeruput kopi susunya.
Awalnya, opung RHS merantau ke Tiga Runggu. Mereka tidak memiliki tanah yang luas. Ayah RHS lalu bekerja sebagai supir traktor. Mengolah tanah milik warga desa Tiga Runggu. Gajinya tidak cukup membiayai hidup keluarganya.
"Kemudian, ayah RHS membuka bengkel kecil. Bengkel tempel ban.
Ayah RHS punya keahlian bengkel berawal dari supir traktor itu. Bengkel tempel ban itu menjadi satu2nya bengkel di Tiga Runggu. Bengkel tempel ban itu dikenal dengan Si Raja Angin", ujar Jan Winner.
Saya baru tahu sejarah hidup keluarga RHS ini. Dari Jan Winner Purba. Winner Purba adalah senior RHS di SMP Tiga Runggu. Mereka beda 3 tahun.
Tahun 1982, Winner muda merantau ke Jakarta. Sekarang Winner punya usaha sendiri. Ia punya anak 3. Dua anaknya tamat dari universitas ternama ITS. Si bungsu masih sekolah SMA.
"Saya yakin RHS membawa perubahan di Simalungun. Saya tahu keluarga mereka baik2. Pekerja keras. Ada harapan baru bagi Simalungun", ujar Winner optimis.
Perbincangan di kedai kopi itu tidak terasa sudah 3 jam. Kopi Susu diganti Badak. Ada luapan ekspresi penuh harapan dari anak2 rantau Simalungun.
Roiko Purba asal Sindar Raya bahkan curhat soal kampung halamannya yang sudah meluas peredaran narkoba. Roiko menyebut narkoba ketengan. Narkoba itu sudah masuk ke kampung2.
Roiko menaruh harapan kepada RHS. Ia menyuarakan suara SOS dari kampungnya. Darurat narkoba.
"Saya menaruh harapan pada RHS. Semoga soal peredaran Narkoba ini jadi prioritas kepemimpinannya kelak", ucap Roiko dengan mimik sangat serius.
"Soal jalan-jalan rusak di kampung saya juga tak pernah beres. Coba Bang Bir nanti lewat kampung saya nanti. Saya yakin Bang Bir gak berani melewatinya. Parah sekali", ujar Roiko sambil tertawa lebar.
Rio, Roiko, Roy Naldi, Peter dan Winner sepakat persoalan Simalungun bisa dibereskan jika dipimpin oleh orang yang tepat.
"Simalungun butuh petarung. Pemimpin yang mau bekerja keras melayani rakyatnya. Pemimpin yang punya rekam jejak pejuang", ucap Rio Agustis tegas.
Simalungun butuh petarung from zero to hero. Bukan yang hanya jago kata2 tapi kosong makna. Bukan pemimpin yang mengumbar janji2 manis tapi nihil prestasi.
SIMALUNGUN BUTUH PEMIMPIN PETARUNG, BUKAN PEMIMPIN PHP.
Semoga. Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga
#RHSRadiapoHarapanSimalungun
#RHSRakyatHarusSejahtera
0 Komentar