Ticker

6/recent/ticker-posts

Politik Kemanusian, Kenapa Harus Memilih RHS

Birgaldo Sinaga dan Rekan. 
Oleh: Birgaldo Sinaga

"Mendinglah Lae Birgaldo tetap "bermain" dalam urusan kemanusiaan. Hanya sekedar usul, bukan menggurui. Entah mengapa politik membuat saya ilfil".

Saya kerapkali mendapat saran agar menjauhi politik. Lebih baik fokus pada aksi sosial kemanusiaan. Politik itu kejam. Politik itu kotor. Politik itu tempat orang berhati tega bermuslihat.

Pendapat di atas tidak sepenuhnya salah. Dari zaman Aristoteles, Ken Arok sampai hari ini politik identik dengan siasat, muslihat, sikut menyikut dan jatuh menjatuhkan.

Segala macam cara digunakan dalam berpolitik yang ujungnya adalah kekuasaan. Machiavelli menyebut dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan halalkan segala cara. Itu sah. Menghabisi lawan politik dengan pembunuhan sah2 saja dilakukan.

Aktivis 66 Soe Hok Gie bilang politik adalah barang yang paling kotor, lumpur-lumpur yang kotor. Tapi, suatu saat ketika kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.

Kata-kata Gie ini membekas dalam benak saya. Terjun ke dalam lumpur pastilah tidak banyak orang bersedia. Kita pasti menghindari lumpur. Kita lebih memilih jalan mulus beraspal. Jika ada jalanan berlumpur, pasti kita hindari.

Hanya para petani, pembersih gorong2, perajin batu bata, genteng atau tembikar karena tuntutan hidup pekerjaannya mau berlumpur ria. Pilihan nyemplung ke lumpur itu bagian dari tuntuan kehidupan.

Bagaimana dengan nyemplung ke dunia politik yang kotor ini?

Tentu setiap orang yang terjun ke politik punya orientasi bermacam ragam. Ada yang baik ada juga yang tidak baik atau buruk.

Baik pengertiannya adalah arah hidup berpolitiknya dipakai untuk mengabdi bagi kemanusiaan.

Buruk pengertiaannya adalah politik dipakai sebagai alat kekuasaan untuk menipu rakyat, membodohi, menggarong kekayaan negara. Kekuasaan dipakai untuk mengeruk kekayaan bagi dirinya dan kelompoknya.

Filsuf Erich Fromm menyebut to have more and to use more. Memiliki lebih banyak dan melahap lebih banyak lagi.
Manusia melahap saudaranya sendiri.

Sejatinya politik bertujuan untuk mengabdi bagi kemanusiaan. Bukan menjadi hamba pada kekuasaan. Filsuf Aristoteles menulis politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, bukan malah memperkeruh suasana.

Dalam sejarahnya dunia melahirkan politisi yang keji dan juga politisi yang penuh kebajikan kemanusiaan. Begitulah selalu kehidupan. Selalu punya dua sisi. Di Tiongkok disebut Yin dan Yang.

Dunia politik adalah panggung terbuka yang berisi para pemain politik. Kita bisa menonton mereka dengan akting2 menjijikkan tanpa rasa malu. Tapi kita juga bisa menonton akting politik yang mencintai kemanusiaan.

Kita mengenal politisi yang merusak kemanusiaan. Seperti Hitler, Polpot, Stalin, Idi Amin atau Taliban di Afghanistan.

Kita juga mengenal politisi yang membela kemanusiaan seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandhi dan Gus Dur.

Bagi saya kemudi navigasi berpolitik adalah mengabdi bagi kemanusiaan. Perjuangannya di sana. Muara semua tugas politik adalah kemanusiaan.

Siang tadi, saya bertemu dengan seorang pengurus guru2 honorer se Kabupaten Simalungun Bung Octo Butar-Butar.

Ini kali kedua pertemuan kami. Beberapa waktu lalu kami bertemu dengan rekan2nya seperti Ganda Silalahi dan Pak Manurung.

Bung Octo menyampaikan keluh kesah nasib guru2 honorer yang sangat miris sekali. Bertahun2 mereka berjuang untuk kesejahteraan nasib mereka.

Sudah kering tenggorokan mereka mengadukan nasib sampai ke Medan. Sudah berkali2 mereka melakukan aksi demonstrasi ke DPRD Simalungun. Bahkan hingga ke DPRD Provinsi Sumut.
Hasilnya nihil. Mereka tetap diperas. Ditindas. Ditekan. Diperalat.

Ganda Silalahi mengatakan sejak 2013 pemalakan guru honorer sudah terjadi. Mereka harus membayar uang jutaan rupiah agar bisa diterima sebagai guru honorer.

Ada 1800 tenaga guru honorer SD dan SMP di Kabupaten Simalungun. Sering gaji mereka ditahan. Tidak dibayar.

Setiap tahun saat perpanjangan SK Guru, mereka diperas oleh Korwil Pendidikan. Setiap kecamatan ada satu orang korwil.

Modus operandinya para guru honorer ini dikumpulkan lalu diberitahukan harga yang yang harus mereka bayar untuk mendapatkan SK baru atau perpanjangan SK.

Ganda Silalahi dan teman2nya beberapa tahun lalu membentuk FGHS Forum Guru Honorer se Simalungun. Ganda Silalahi didapuk sebagai Ketua FGHS. Temannya Octo Butar-Butar duduk sebagai wakil ketua. Pak Manurung duduk sebagai penasihat.

Ketiga pengurus FGHS ini curhat pada saya atas penindasan pejabat Pemda Simalungun selama bertahun2.

Apa yang bisa saya bantu?

Menyuarakan suara orang yang tidak bersuara inilah tugas saya. Menolong orang2 yang lemah. Menolong orang2 yang susah ini sudah saya lakukan sejak tahun 2000an. Bukan baru2 ini saja. Banyak kasus saya suarakan.

Melakukan misi sosial dan kemanusiaan dalam arti luas juga bisa memenangkan harapan para guru2 honorer ini. Bukan hanya berbagi sembako atau bedah rumah.

Atau menjadi relawan kemanusiaan korban gempa bumi seperti Lombok dan Palu. Atau juga menjadi relawan Lawan Covid 19.

Atau menolong mereka yang sedang mencari keadilan. Atau menolong korban terorisme seperti Trinity dan Alvaro.

Tugas profetik atau tugas kebajikan itu muaranya adalah merasakan suara lirih dari orang yang susah menderita. Menolong mereka yang lemah dan terpinggirkan.

Seorang konglomerat Sukanto Tanoto dengan kekayaannya juga tidak mampu menyekolahkan semua anak2. Tanoto bahkan meminta dukungan negara melalui Kemendikbud untuk yayasan miliknya.

Saya juga yakin, orang paling kaya raya di Simalungun juga tidak akan mampu menolong dan membantu beasiswa para siswa dan gaji para guru2 honorer.

Disinilah politik kemanusiaan itu menjadi arah perjuangan. Seperti kata Aristoteles politik dijadikan untuk kebaikan bersama. Bonnum commune.

Saya meyakini, mendukung RHS bagian dari ikhtiar politik kemanusiaan saya untuk menolong mereka yang terpinggirkan. Mereka yang susah menderita. Mereka yang berharap kesejahteraannya meningkat.

Saya tahu genetika ketulusan seorang RHS. Saya mengenalnya bukan kemarin sore. Saya mendukungnya juga bukan karena saya dan RHS sama2 marga Sinaga. Bukan karena itu.

Saya mendukungnya karena nilai hidup kami punya irisan yang sama. Mengabdi bagi kemanusiaan. Itulah alasan mengapa saya mendukung RHS sepenuh akal budi saya.

Salam perjuangan penuh cinta.

Birgaldo Sinaga. (***)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar