Simalungun-Awal Januari lalu, saya bertemu dengan bupati terpilih Kabupaten Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga (RHS). Kebetulan RHS pulang tahun baruan di Batam bersama seluruh keluarga besarnya.
Di Batam, hari-hari RHS lebih banyak dihabiskan bermain bersama cucu pertamanya. Selebihnya, RHS membagikan sembako bagi keluarga2 kurang mampu di PPTSB Batam.
Sore awal Januari itu, di taman rumahnya, RHS dan Ibu RHS sedang menerima banyak tamu. Tamu dari para pendoa hamba2 Tuhan se Batam.
Saya ikut nimbrung bergabung dengan puluhan para pendeta. Mendengarkan obrolan ringan penuh kehangatan dan keramahan.
Mendengar perjalanan politik pilkada RHS selama masa kampanye bikin kami yang mendengarkan sedikit terkejut. Banyak cerita yang supranatural terjadi dan dirasakan RHS di Simalungun.
"Saya akan kembali besok bapak pendeta ke Simalungun. Banyak yang harus saya siapkan meskipun belum dilantik. Harus cepat gaspol. Tidak bisa menunggu. Kita kehilangan banyak waktu selama ini", ujar RHS penuh semangat.
Saya sedikit protes juga. Kami orang Batam masih kangen sama RHS. Masak baru beberapa hari di Batam, sudah langsung terbang ke Simalungun. Padahal pelantikan bupati masih sekitar bulan April.
"Saya mau begitu saya dilantik, saya sudah tahu pokok persoalan di sana. Apa masalah utama di Simalungun. Apa solusinya. Bagaimana kebijakannya. Apa yang terbaik untuk masyarakat", kata RHS percaya diri.
Saya manggut2. Saya mengerti cara berpikir bupati terpilih ini. Tipikal pengusaha petarung. Time is money. Time is hope. Waktu adalah uang. Waktu adalah harapan. Ia tidak mau berleha2 menikmati pesta kemenangan. Baginya berpikir besar dan bertindak besar adalah dengan bekerja keras dan cerdas.
Esoknya, RHS dan keluarga kembali ke Simalungun. Tidak lama, saya melihat RHS bertemu Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Belum lama, RHS juga bertemu dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Saya tidak heran dengan pergaulan dan koneksi RHS. Cukup luas. Ia bisa masuk ke pemerintahan pusat. Hubungannya baik dengan semua pejabat tinggi di pusat.
Hari ini, seorang teman mengirim berita kepada saya. Seorang anggota DPRD Simalungun Bernhard Damanik protes atas aktifitas RHS yang sibuk bekerja keliling Simalungun. Bernhard tak setuju karena apa yang dikerjakan RHS dianggap tidak menghargai Bupati JR Saragih.
Aneh juga anggota DPRD ini. Mengapa merasa jadi jubirnya JR Saragih? Sebagai wakil rakyat bukankah harusnya Bernhard bangga atas sikap pro aktif jemput bola bupati terpilih dalam menginventarisir problem2 di tengah2 masyarakat?
Bukannya memberi apresiasi, kok malah nyinyir? Sangat disayangkan cara berpikir anggota DPRD ini masih ketinggalan jaman. Kolot. Saya ingat, pada 2014 setelah Capres Jokowi terpilih jadi Presiden, Jokowi JK membentuk tim rumah transisi.
Tim transisi ini berisi para pakar di bidangnya masing2. Mereka bekerja dari bulan Juli - Oktober. Mereka bekerja merumuskan pokok2 persoalan dan memberi solusi alternatif. Artinya, begitu Jokowi JK dilantik pada 10 Oktober 2014, kabinet Jokowi JK langsung tancap gas bekerja.
Apa yang dilakukan Cabup Terpilih RHS sama seperti yang dilakukan Jokowi JK saat terpilih dulu. Gercep. Gerak cepat. Gak punya waktu lagi duduk2 manis.
Sebenarnya saya malu menulis hal ini. Malu juga ada kader NasDem seperti Bernhard Damanik ini masih punya pikiran kolot dan ketinggalan jaman. Bawaannya masih baper.
Harusnya Bernhard berpikir progresif. Maju. Sesuai arah perjuangan partai NasDem yang mengusung tema restorasi. Restorasi itu soal kecepatan dan ketepatan membuat kebijakan tepat sasaran. Agar rakyat sejahtera. Begitu ya Bung Bernhard. Salam gerak cepat. (Penulis Adalah Pegiat Medsos)
0 Komentar